Oleh Abdul Salam*
Pada acara diskusi dan pembacaan puisi Banten Menolak Korupsi di Rumah
Dunia, (18/01) Dahnil Anzar salah satu pembicara dalam acara tersebut
mengatakan, selama ini jika memandang korupsi adalah urusan partai
politik, urusan pemerintah itu salah besar. Korupsi adalah masalah kita
bersama, masalah orang yang hidup di dunia ini. Lebih fatal lagi kata
Dahnil, dosen Untirta yang mengajar ilmu ekonomi ini, jika menganggap
korupsi adalah musibah atau cobaan.
Sungguh, negara kita sedang diuji banyak masalah yang menakutkan dan mengancam, dimuali dari banjir yang hampir dua minggu menenggelamkan Kota Jakarta dan sekitarnya, selain itu disusul banjir Bandang di Kota Manado yang menelan 16 korban. Tidak itu saja, gunung Sinabung di Sumatra ikut meletus, akan tetapi dari banyaknya kasus yang menimpa negara ini, kasus korupsi menjadi kasus yang lebih menakutkan dan mendapatkan lebih banyak sorotan media. Ya, kasus korupsi di negara ini semakin merajalela. Untuk itu, para penyair dari pelosok Indonesia yang puisinya tergabung dalam buku antologi “Puisi Menolak Korupsi Jilid ke-2” hadir di Rumah Dunia untuk membacakan puisi-puisinya.
Menurut Sosiawan Leak dalam sambutannya, terbitnya buku antologi menolak korupsi jilid ke-2 ini bentuk sumbangsih para penyair dalam menyikapi korupsi di Indonesia. Harus diingat, "Para penyair yang seharusnya mendapatkan bayaran setelah menulis, akan tetapi sebaliknya penyair yang karyanya dinyatakan lolos seleksi dalam buku ini diminta membayar Rp 150 ribu untuk biaya percetakan buku. Selain itu, para penyair dari pelosok Indonesia; Kalimantan, Bekasi, Bandung dan sebagainya, yang malam ini hadir atas biaya pribadi. Ini bisa kita tandai bahwa begitu besarnya hasrat penyair untuk melawan korupsi".
Acara yang dimulai pada pukul 20:00 WIB, menghadirkan diskusi dengan narasumber Dahnil Anzar, Ahmadun Yossy Herfanda, sastrawan Indonesia dan Feri Patiro dari Cilegon. Tak terduga sebelumnya, acara ini banyak menarik warga sekitar dan masyarakat kampus untuk hadir mengikuti. Ruangan gedung Surosowan Rumah Dunia berkapasitas 75 orang itu terasa sesak dan padat. Bahkan beberapa peserta tidak bisa masuk lantaran penuhnya isi ruangan. Saya meyakini, banyaknya masyarakat datang diacara Banten Menolak Korupsi ini salah satunya didasarkan pada alasan panggilan nurani yang menginginkan negara ini bersih dari korupsi, terutama di Banten yang begitu akut dengan kasus korupsi.
Tetapi dalam hati kecil saya bertanya, pentingkah acara diskusi dan pembacaan puisi menolak korupsi itu diadakan di Banten, entahlah? Sambil duduk di antara kerumunan orang yang mengikuti diskusi dan mendengarkan pembacaan puisi dari para penyair Indonesia dengan bahasa menggebu-gebu, santai dan satir para hadirin saya melihat menikmati sambil tertawa-tawa nyinyir.
Foto -
Penyair PMK sedang menonton pameran foto "71,5 KM dari Jakarta"Sungguh, negara kita sedang diuji banyak masalah yang menakutkan dan mengancam, dimuali dari banjir yang hampir dua minggu menenggelamkan Kota Jakarta dan sekitarnya, selain itu disusul banjir Bandang di Kota Manado yang menelan 16 korban. Tidak itu saja, gunung Sinabung di Sumatra ikut meletus, akan tetapi dari banyaknya kasus yang menimpa negara ini, kasus korupsi menjadi kasus yang lebih menakutkan dan mendapatkan lebih banyak sorotan media. Ya, kasus korupsi di negara ini semakin merajalela. Untuk itu, para penyair dari pelosok Indonesia yang puisinya tergabung dalam buku antologi “Puisi Menolak Korupsi Jilid ke-2” hadir di Rumah Dunia untuk membacakan puisi-puisinya.
Menurut Sosiawan Leak dalam sambutannya, terbitnya buku antologi menolak korupsi jilid ke-2 ini bentuk sumbangsih para penyair dalam menyikapi korupsi di Indonesia. Harus diingat, "Para penyair yang seharusnya mendapatkan bayaran setelah menulis, akan tetapi sebaliknya penyair yang karyanya dinyatakan lolos seleksi dalam buku ini diminta membayar Rp 150 ribu untuk biaya percetakan buku. Selain itu, para penyair dari pelosok Indonesia; Kalimantan, Bekasi, Bandung dan sebagainya, yang malam ini hadir atas biaya pribadi. Ini bisa kita tandai bahwa begitu besarnya hasrat penyair untuk melawan korupsi".
Acara yang dimulai pada pukul 20:00 WIB, menghadirkan diskusi dengan narasumber Dahnil Anzar, Ahmadun Yossy Herfanda, sastrawan Indonesia dan Feri Patiro dari Cilegon. Tak terduga sebelumnya, acara ini banyak menarik warga sekitar dan masyarakat kampus untuk hadir mengikuti. Ruangan gedung Surosowan Rumah Dunia berkapasitas 75 orang itu terasa sesak dan padat. Bahkan beberapa peserta tidak bisa masuk lantaran penuhnya isi ruangan. Saya meyakini, banyaknya masyarakat datang diacara Banten Menolak Korupsi ini salah satunya didasarkan pada alasan panggilan nurani yang menginginkan negara ini bersih dari korupsi, terutama di Banten yang begitu akut dengan kasus korupsi.
Tetapi dalam hati kecil saya bertanya, pentingkah acara diskusi dan pembacaan puisi menolak korupsi itu diadakan di Banten, entahlah? Sambil duduk di antara kerumunan orang yang mengikuti diskusi dan mendengarkan pembacaan puisi dari para penyair Indonesia dengan bahasa menggebu-gebu, santai dan satir para hadirin saya melihat menikmati sambil tertawa-tawa nyinyir.
*Abdul Salam
Relawan Rumah Dunia dan Mahasiswa Untirta Serang.
Sumber Facebook PMK (Gol A Gong)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila Anda memiliki kesan, pesan/saran maupun masukan atau pengalaman dengan Gerakan PMK, silakan ketik komentar Anda di bawah.
SATU HATI Tolak Korupsi untuk Negeri.