Seperti tubuh, korupsi memliki organ yang
lengkap dengan berbagai fungsi. Ada tangan yang dipakai untuk menggapai,
memegang, meremas & membetot. Selain tentu saja menyentuh mesra
serta membelai manja korbannya.
Ada kaki yang berguna untuk
menopang tubuh kala berdiri, memangkas jarak dengan berjalan atawa
berlari, sambil sesekali meloncat jika diperlukan mendekat sang korban
dengan cepat. Juga untuk menjejak saat melakukan perlawanan bahkan
dengan mendepak dan menendang kepada pihak lain yang tak dibutuhkan.
Korupsi juga punya kepala di mana bercokol fungsi organ paling penting
dan utama. Mata untuk melirik & melihat sesekali melotot di saat
mulut menggertak, hidung mendengus, serta dahi berkernyit sembari
menjalin dua pangkal alis ke pusat jidat. Demikian pula tentu saja di
kepala itu menempel mulut guna mengunyah & menelan obyek tangkapan
dibantu para gigi serta saluran kerongkongan. Setelah sebelumnya acap
diendus lebih dulu oleh hidung serta cek rasa di wajah lidah.
Seperti tubuh, organ-organ korupsi merupa satu kesatuan yang bersandar
pada kekuatan motorik dan kepekaan sensorik. Kekuatan fisik & non
fisik. Kekuatan luar & dalam. Termasuk perut di mana di dalamnya
berumah beragam usus berikut kemanfaatannya. Para usus itu mencerna dan
memilah milih benda jarahan ke masing-masing wilayah berbeda. Ada yang
disekap di usus besar, ada yang digiling di usus halus setelah
sebelumnya nyangkut ke usus dua belas jari. Tapi jangan lupa, pasti ada
hasil korupsi yang kesasar nyangkut di appendix. Hingga butuh diamputasi
oleh si empunya demi kesehatan tubuhnya.
Namun dari semua itu
sebagaimana tubuh, yang paling menentukan dari ‘makhluk’ bernama korupsi
adalah otak dan hatinya. Di sinilah segala logika & argumentasi
berikut visi perilaku korupsi diolah dan dimatangkan. Termasuk saat
sempat ‘mempertimbangkan’ norma baik & buruk, benar & salah,
neraka & surga, hingga tuhan & setan. Bertaut berkelindan otak
& hati korupsi menjadi dasar pemikiran, pun timbang saran logika
serta moral dalam menentukan laku korupsi secara ideologis atau dengan
serampangan
Sebagaimana tubuh, organ-organ itu bekerja secara
kompak dan menyeluruh. Saling mendukung dan terkoordinasi dalam sinergi
yang intens dan berkelanjutan. Kegagalan menghadapi ‘makhluk’ bernama
korupsi kerap diawali dari pemahaman keliru atas tubuhnya yang dianggap
tak utuh, ringkih, sendiri & kesepian.
Maka, boleh saja
sistem pengawasan disiapkan dengan berbagai kecanggihan saat mencegat
laju korupsi. Tapi toh, berbagai cara berkelit dan menghindar dengan
tingkat keberdayaan canggih selalu saja berhasil dia siapkan untuk
meloloskan diri dari deteksi pengawasan birokrasi. Silahkan perangkat
aturan dan undang-undang berikut lembaga centengnya diproduksi masal
tiada henti, tapi jangan kecewa jika semua itu semaput saat mengejar
hendak menghajar korupsi. Lantaran ketika diselidik, disidik hingga
disidang, ‘makhluk’ itu akan dengan gampang menghiba atas nama mata hati
dan nurani. Bersiasat licik, menelikung pikiran & menjebak empati
dengan sinema simpati yang melahirkan permakluman dan pengampunan.
(Setelah sebelumnya mungkir berbekal fatwa malaikat bertampang nabi.
Membela diri, menghajar balik hukum dan aturan serupa memperlakukan
tai).
Kini, generasi termutakhir korupsi rampung bermetamorfosa
serupa air & udara. Malih rupa santapan yang kita butuhkan
senantiasa. Nyaris tak beda rasa, bau, warna & wujudnya dengan air,
udara & makanan sejati. Butuh usaha keras & upaya kuat untuk
mengenali tubuh dari ‘makhluk’ bernama korupsi. Satu di antaranya
melalui puisi yang bersandar pada ketajaman pikiran, kejernihan mata
hati dan kedalaman nurani.
Sumber: Facebook Sosiawan Leak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila Anda memiliki kesan, pesan/saran maupun masukan atau pengalaman dengan Gerakan PMK, silakan ketik komentar Anda di bawah.
SATU HATI Tolak Korupsi untuk Negeri.