Apresiasi | Lampung Post, Minggu, 2 November 2014
Oleh: Alexander GB
Sumpah Pemuda, Sumpah Melawan Korupsi
Meski Puisi Menolak Korupsi ini digelar di mal, semoga gaya hidup
hedonis tidak turut menyertai penyair-penyair dan masyarakatnya.
--------------
Aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat-jidat penyair-penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian
…
Inilah sajakku
pamplet masa darurat,
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apalah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
(W.S. Rendra, Sajak Sebatang Lisong dalam Potret Pembangunan dalam Puisi, ITB Bandung, 1977)
MELALUI puisi ini, Rendra mengajak kita, para penyair dan seniman
sekalian, untuk berhenti bermanja-manja di kafe-kafe, hotel-hotel, mal,
supermarket, memuja-muja bulan, dan anggur secara berlebihan. Puisi ini
mengajak kita untuk tak menutup mata pada persoalan masyarakat. Puisi
ini mengajak kita ke jalan, ke kampung-kampung, ke pasar-pasar rakyat,
sekolah-sekolah yang hampir roboh, anak-anak yang dipaksa menjual koran,
ngamen demi sesuap nasi. Mari menyapa rumah-rumah kumuh yang
penghuninya terancam kebodohan dan kelaparan! Begitulah yang disuarakan
Rendra dan sejumlah penyair ketika itu.
Nah, sekarang, apa yang
paling mungkin kita lakukan? Apa yang mesti kita perbuat di masa krisis
multidimensi ini, ketika jutaan rakyat takut untuk sekadar berharap
atau bercita-cita? Apa yang mesti kita lakukan untuk mengenang dan
mewarisi semangat Sumpah Pemuda yang menjadi cikal bakal terhimpunnya
mimpi bersama, yang kini kita sebut sebagai Indonesia ini?
Tentu, ada banyak cara, termasuk yang terjadi di Mal Kartini lantai III,
Bandar Lampung, 27—28 Oktober lalu. Di tempat ini bertemu puluhan
pelajar, mahasiswa, penyair, yang secara bersama-sama berniat melawan
korupsi. Kegiatan yang tidak lepas restu pemilik Mal Kartini, Hartarto
Lojaya, ini bertajuk Pemuda Melawan Korupsi. Begitulah, lomba baca puisi
tingkat pelajar dan mahasiswa se-Lampung dan Road Show Ke-25 Puisi
Menolak Korupsi (PMK) mendapat sambutan meriah dari banyak kalangan.
Gerakan Kultural
Tak kurang 50-an pelajar dan mahasiswa berpartisipasi. Penampil terbaik
tingkat mahasiswa diraih Nala Rahmawati, sedangkan pemenang pertama
pelajar Nada Chalisa. Pemenang pertama, kedua, dan ketiga juga tampil
membacakan puisi bersama penyair, pembaca puisi, dan penonton yang
tampil spontan
Direktur Utama Mal Kartini Hartarto Lojaya
mengaku terkesan dengan suara hati para penyair yang menolak korupsi.
"Ini sejalan dengan perjuangan saya sebagai legislatif," kata politikus
Partai Demokrat yang kini kembali duduk di DPRD Lampung untuk kedua
kalinya itu.
Sebelum di Bandar Lampung, Road Show PMK yang
dikoordinatori Sosiawan Leak ini telah melakukan di 24 titik atau kota
di Tanah Air. Ditandai yang pertama di Blitar dan sebelumnya di
Pekanbaru. "Bulan November di Pasuruan dan Desember di Tanjungpinang,
Kepri," jelas Sosiawan Leak.
Isbedy Stiawan Z.S. bersama
Syaiful Irba Tanpaka harus bekerja keras untuk road show ke-25 PMK yang
dihadiri sejumlah seniman dan tokoh Lampung, seperti Ketua Umum DKL
Syafariah Widiati atau Atu Ayi, para seniman Lampung seperti Dana E.
Rachmat, Entus Alrafi, Devin, Ivan Bonang, Iin Muthmainnah, dan masih
banyak lagi. Menjadi ajang silaturahmi dan refleksi bersama.
Gerakan PMK mengambil posisi sebagai gerakan kultural, melengkapi
gerakan lain yang dilakukan sejumlah unsur dari berbagai lapisan
masyarakat berikut karakter dan alat perjuangnya (hukum, politik, agama,
jurnalistik, intelektual, dan lain-lain). Gerakan ini pada hakikatnya
menyatu dan padu dengan semua kekuatan yang beritikad mengawal proses
perjalanan masyarakat membangun kehidupan bangsa dan negara yang
berkeadilan dan lebih bermartabat. Secara signifikan gerakan ini juga
menjadi sarana bagi penyair untuk menyatakan sikap tegas, menolak
nilai-nilai kehidupan yang korup.
Sejak awal, PMK telah
berjalan sebagai gerakan yang bersifat nirlaba, independen, dan mandiri,
baik secara ideologi maupun ekonomi. Kemandirian ideologi dibuktikan
dengan proses penerbitan antologi puisi yang senantiasa merujuk pada
tema antikorupsi. Kemandirian ekonomi diwujudkan dalam melakukan iuran
secara gotong-royong guna mendanai proses penerbitan antologi tersebut,
murni atas biaya dari para penyair dengan mengutamakan asas kebersamaan
dan transparansi. Kemandirian semacam itu juga menjadi dasar
digulirkannya program kegiatan PMK lainnya, yakni Road Show PMK yang
dilakukan mandiri dan otonomi di berbagai kota di Indonesia,
dikoordinasi para penyair PMK yang mukim di kota tersebut.
Hingga sekarang gerakan yang idenya dilontarkan Heru Mugiarso, penyair
Semarang, tersebut telah menerbitkan antologi puisi, merangkum karya
para penyair yang berasal dari berbagai daerah, usia, dan kecenderungan
puitika. Setelah melewati proses seleksi dan penyuntingan, karya-karya
tersebut terbit dalam Antologi Puisi Menolak Korupsi (melibatkan 85
penyair, terbit Mei 2013), Antologi Puisi Menolak Korupsi 2a (melibatkan
99 penyair, terbit September 2013), dan Antologi Puisi Menolak Korupsi
2b (melibatkan 98 penyair, terbit September 2013).
Sejak Mei
2013, gerakan ini juga melakukan kampanye antikorupsi bertajuk Road Show
PMK ke berbagai wilayah di Indonesia dalam wujud pembacaan puisi,
pentas seni, seminar, diskusi, orasi, lomba baca puisi, lomba cipta
puisi, dan lain-lain. Kini Gerakan PMK telah melakukan proses penerimaan
dan seleksi puisi bertema antikorupsi dari para pelajar di seluruh
Indonesia yang diterbitkan April 2014 dalam Antologi Puisi Menolak
Korupsi 3; Pelajar Indonesia Menggugat (melibatkan 286 pelajar).
Para penyair yang menyemarakkan pembacaan Puisi Menolak Korupsi,
Selasa, 28 Oktober malam di antaranya Isbedy Stiawan Z.S., Juperta Panji
Utama, Udo Z. Karzi, Alexander GB, Syaiful Irba Tanpaka, Syarifuddin
Arifin, Murdoks, Alya Salaisha, Setia Cipta, Sosiawan Leak, dan
lain-lain.
Tentu ini menjadi kabar baik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara kita dewasa ini yang saban hari marak dengan
tumpah-ruahnya berita kriminal, sengketa anggota Dewan, penguasa dan
politikus yang tersangkut kasus korupsi.
Keberpihakan Penyair
Keberpihakan penyair sesungguhnya bukan hal yang baru. Seperti Rendra
dalam beberapa sajaknya yang mengkritisi nasib bangsa ini, jika penyair
yang lebih suka asyik-masyuk dalam kelimun pikiran dan perasaannya
sendiri, seperti halnya pada banyak lagu Iwan Fals yang juga banyak
mengkritisi situasi sosial-politik kita.
Puisi Menolak Korupsi
harus juga diikuti dengan gerakan konkret lainnya, sehingga tidak
sekadar acara seremonial, sekadar jargon, yang sok antikorupsi, yang sok
peduli dengan nasib rakyat, tapi memang benar-benar keluar dari lubuk
hati yang paling dalam. Kepedulian pada nasib bangsa yang kian
karut-marut ini.
Meski acara ini digelar di mal, semoga gaya
hidup hedonis tidak turut menyertai penyair-penyair dan masyarakatnya.
Kerap kita juga harus mencermati dan jika perlu mengkritisi para penyair
yang lebih akrab dengan mal, hotel, anggur, rembulan, dan kafe daripada
terlibat langsung dalam gerakan mencerdaskan kehidupan bangsa atau
penanaman nilai kejujuran, kreativitas, kepedulian terhadap sesama,
memerangi korupsi yang menjadi penyebab utama keterpurukan bangsa kita
akhir-akhir ini.
* Alexander GB (Sastrawan)
Sumber: Facebook Udo Z Karzi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila Anda memiliki kesan, pesan/saran maupun masukan atau pengalaman dengan Gerakan PMK, silakan ketik komentar Anda di bawah.
SATU HATI Tolak Korupsi untuk Negeri.