Senin, 03 November 2014

Sumpah Pemuda, Sumpah Melawan Korupsi di Kolom Apresiasi Lampung Post, Minggu (02/11/2014)

Apresiasi | Lampung Post, Minggu, 2 November 2014

Oleh: Alexander GB

Sumpah Pemuda, Sumpah Melawan Korupsi
Meski Puisi Menolak Korupsi ini digelar di mal, semoga gaya hidup hedonis tidak turut menyertai penyair-penyair dan masyarakatnya.

--------------

Aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat-jidat penyair-penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian

Inilah sajakku
pamplet masa darurat,
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apalah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.

(W.S. Rendra, Sajak Sebatang Lisong dalam Potret Pembangunan dalam Puisi, ITB Bandung, 1977)

MELALUI puisi ini, Rendra mengajak kita, para penyair dan seniman sekalian, untuk berhenti bermanja-manja di kafe-kafe, hotel-hotel, mal, supermarket, memuja-muja bulan, dan anggur secara berlebihan. Puisi ini mengajak kita untuk tak menutup mata pada persoalan masyarakat. Puisi ini mengajak kita ke jalan, ke kampung-kampung, ke pasar-pasar rakyat, sekolah-sekolah yang hampir roboh, anak-anak yang dipaksa menjual koran, ngamen demi sesuap nasi. Mari menyapa rumah-rumah kumuh yang penghuninya terancam kebodohan dan kelaparan! Begitulah yang disuarakan Rendra dan sejumlah penyair ketika itu.

Nah, sekarang, apa yang paling mungkin kita lakukan? Apa yang mesti kita perbuat di masa krisis multidimensi ini, ketika jutaan rakyat takut untuk sekadar berharap atau bercita-cita? Apa yang mesti kita lakukan untuk mengenang dan mewarisi semangat Sumpah Pemuda yang menjadi cikal bakal terhimpunnya mimpi bersama, yang kini kita sebut sebagai Indonesia ini?

Tentu, ada banyak cara, termasuk yang terjadi di Mal Kartini lantai III, Bandar Lampung, 27—28 Oktober lalu. Di tempat ini bertemu puluhan pelajar, mahasiswa, penyair, yang secara bersama-sama berniat melawan korupsi. Kegiatan yang tidak lepas restu pemilik Mal Kartini, Hartarto Lojaya, ini bertajuk Pemuda Melawan Korupsi. Begitulah, lomba baca puisi tingkat pelajar dan mahasiswa se-Lampung dan Road Show Ke-25 Puisi Menolak Korupsi (PMK) mendapat sambutan meriah dari banyak kalangan.

Gerakan Kultural

Tak kurang 50-an pelajar dan mahasiswa berpartisipasi. Penampil terbaik tingkat mahasiswa diraih Nala Rahmawati, sedangkan pemenang pertama pelajar Nada Chalisa. Pemenang pertama, kedua, dan ketiga juga tampil membacakan puisi bersama penyair, pembaca puisi, dan penonton yang tampil spontan

Direktur Utama Mal Kartini Hartarto Lojaya mengaku terkesan dengan suara hati para penyair yang menolak korupsi. "Ini sejalan dengan perjuangan saya sebagai legislatif," kata politikus Partai Demokrat yang kini kembali duduk di DPRD Lampung untuk kedua kalinya itu.

Sebelum di Bandar Lampung, Road Show PMK yang dikoordinatori Sosiawan Leak ini telah melakukan di 24 titik atau kota di Tanah Air. Ditandai yang pertama di Blitar dan sebelumnya di Pekanbaru. "Bulan November di Pasuruan dan Desember di Tanjungpinang, Kepri," jelas Sosiawan Leak.

Isbedy Stiawan Z.S. bersama Syaiful Irba Tanpaka harus bekerja keras untuk road show ke-25 PMK yang dihadiri sejumlah seniman dan tokoh Lampung, seperti Ketua Umum DKL Syafariah Widiati atau Atu Ayi, para seniman Lampung seperti Dana E. Rachmat, Entus Alrafi, Devin, Ivan Bonang, Iin Muthmainnah, dan masih banyak lagi. Menjadi ajang silaturahmi dan refleksi bersama.

Gerakan PMK mengambil posisi sebagai gerakan kultural, melengkapi gerakan lain yang dilakukan sejumlah unsur dari berbagai lapisan masyarakat berikut karakter dan alat perjuangnya (hukum, politik, agama, jurnalistik, intelektual, dan lain-lain). Gerakan ini pada hakikatnya menyatu dan padu dengan semua kekuatan yang beritikad mengawal proses perjalanan masyarakat membangun kehidupan bangsa dan negara yang berkeadilan dan lebih bermartabat. Secara signifikan gerakan ini juga menjadi sarana bagi penyair untuk menyatakan sikap tegas, menolak nilai-nilai kehidupan yang korup.

Sejak awal, PMK telah berjalan sebagai gerakan yang bersifat nirlaba, independen, dan mandiri, baik secara ideologi maupun ekonomi. Kemandirian ideologi dibuktikan dengan proses penerbitan antologi puisi yang senantiasa merujuk pada tema antikorupsi. Kemandirian ekonomi diwujudkan dalam melakukan iuran secara gotong-royong guna mendanai proses penerbitan antologi tersebut, murni atas biaya dari para penyair dengan mengutamakan asas kebersamaan dan transparansi. Kemandirian semacam itu juga menjadi dasar digulirkannya program kegiatan PMK lainnya, yakni Road Show PMK yang dilakukan mandiri dan otonomi di berbagai kota di Indonesia, dikoordinasi para penyair PMK yang mukim di kota tersebut.

Hingga sekarang gerakan yang idenya dilontarkan Heru Mugiarso, penyair Semarang, tersebut telah menerbitkan antologi puisi, merangkum karya para penyair yang berasal dari berbagai daerah, usia, dan kecenderungan puitika. Setelah melewati proses seleksi dan penyuntingan, karya-karya tersebut terbit dalam Antologi Puisi Menolak Korupsi (melibatkan 85 penyair, terbit Mei 2013), Antologi Puisi Menolak Korupsi 2a (melibatkan 99 penyair, terbit September 2013), dan Antologi Puisi Menolak Korupsi 2b (melibatkan 98 penyair, terbit September 2013).

Sejak Mei 2013, gerakan ini juga melakukan kampanye antikorupsi bertajuk Road Show PMK ke berbagai wilayah di Indonesia dalam wujud pembacaan puisi, pentas seni, seminar, diskusi, orasi, lomba baca puisi, lomba cipta puisi, dan lain-lain. Kini Gerakan PMK telah melakukan proses penerimaan dan seleksi puisi bertema antikorupsi dari para pelajar di seluruh Indonesia yang diterbitkan April 2014 dalam Antologi Puisi Menolak Korupsi 3; Pelajar Indonesia Menggugat (melibatkan 286 pelajar).

Para penyair yang menyemarakkan pembacaan Puisi Menolak Korupsi, Selasa, 28 Oktober malam di antaranya Isbedy Stiawan Z.S., Juperta Panji Utama, Udo Z. Karzi, Alexander GB, Syaiful Irba Tanpaka, Syarifuddin Arifin, Murdoks, Alya Salaisha, Setia Cipta, Sosiawan Leak, dan lain-lain.

Tentu ini menjadi kabar baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita dewasa ini yang saban hari marak dengan tumpah-ruahnya berita kriminal, sengketa anggota Dewan, penguasa dan politikus yang tersangkut kasus korupsi.

Keberpihakan Penyair

Keberpihakan penyair sesungguhnya bukan hal yang baru. Seperti Rendra dalam beberapa sajaknya yang mengkritisi nasib bangsa ini, jika penyair yang lebih suka asyik-masyuk dalam kelimun pikiran dan perasaannya sendiri, seperti halnya pada banyak lagu Iwan Fals yang juga banyak mengkritisi situasi sosial-politik kita.

Puisi Menolak Korupsi harus juga diikuti dengan gerakan konkret lainnya, sehingga tidak sekadar acara seremonial, sekadar jargon, yang sok antikorupsi, yang sok peduli dengan nasib rakyat, tapi memang benar-benar keluar dari lubuk hati yang paling dalam. Kepedulian pada nasib bangsa yang kian karut-marut ini.

Meski acara ini digelar di mal, semoga gaya hidup hedonis tidak turut menyertai penyair-penyair dan masyarakatnya. Kerap kita juga harus mencermati dan jika perlu mengkritisi para penyair yang lebih akrab dengan mal, hotel, anggur, rembulan, dan kafe daripada terlibat langsung dalam gerakan mencerdaskan kehidupan bangsa atau penanaman nilai kejujuran, kreativitas, kepedulian terhadap sesama, memerangi korupsi yang menjadi penyebab utama keterpurukan bangsa kita akhir-akhir ini.

* Alexander GB (Sastrawan)


Sumber: Facebook Udo Z Karzi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila Anda memiliki kesan, pesan/saran maupun masukan atau pengalaman dengan Gerakan PMK, silakan ketik komentar Anda di bawah.

SATU HATI Tolak Korupsi untuk Negeri.