Sindonews.com - Ada yang lain dari biasanya. Ruangan auditorium utama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang biasa digunakan untuk konferensi pers, oleh Pimpinan KPK, jajaran deputi penindakan dan juru bicara KPK untuk mengumumkan kasus-kasus korupsi itu beralih fungsi.
Tadi siang hingga sore hari, alunan musik dengan iringan gendang, jimbe dan gitar terdengar dari grup seniman Kali Malang Etnika pimpinan Ane Matahari, membuat para hadirin turut bernyanyi. Sang vokalis dengan lantang berteriak, "Boro-boro mimpi, tidur saja sulit," teriaknya, di ruang auditorium KPK, Jumat (27/9/2013),
Alunan musik yang terus mengiringi acara bedah buku "Puisi Menolak Korupsi" yang ditulis oleh lebih dari 100 penyair seluruh Indonesia dan luar negeri.
Acara yang digagas oleh wadah pegawai KPK itu bahkan disertai dengan pembacaan puisi, oleh para penyair dan Pimpinan KPK. Lebih dari 90 penyair turut hadir dari seluruh wilayah di Indonesia. Termasuk penyair Taufik Ismail dan Eka Budianta.
Seorang perempuan paruh baya tiba-tiba berdiri di depan proyektor. Dengan suara keras, perempuan yang bernama lengkap Diah Hadani, anggota Komunitas Sastra Indonesia ini bersuara dengan lantang.
"Penyair bersaksi, langit bersaksi, masyarakat Indonesia bersaksi dengan kejujuran negara ini pasti akan maju. Kami semua menolak korupsi. Penyair tidak korupsi, tidak korupsi dengan kata-kata," ujarnya, dengan suara menggelegar yang membuat seisi ruang hening.
Tak berselang lama, para hadirin semua bertepuk tangan. Kepada KORAN SINDO, Abraham menuturkan, seni adalah bahasa universal. Bahasa yang gampang diterima telinga masyarakat dalam setiap jenjang usia.
Puisi sebagai karya sastra. Puisi mudah diterima oleh masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi. "Puisi itu kan bahasa yang luar biasa. Makanya sangat bagus jika digunakan untuk bahasa pemberantasan korupsi," ujar Abraham di Gedung KPK, Jakarta.
Alunan lagu dari Kali Malang Etnika kembali memecahkan keheningan. Syair "Namaku Korupsi" terdengar menjadi lantunan lagu. "Namaku korupsi, aku dibenci, aku diludahi, tapi ada saja yang mencintai. Tiap hari aku muncul di tv, tak bosan orang lihat aku beraksi. Alihkan kasus besar aku dipakai, percayalah aku tak akan mati. .. Tapi aku tetap eksis". Itu salah satu syair lagu yang disampaikan Kali Malang Etnika.
Suara yang menggema itu diringi oleh suara para penyair lain. Dalam bait lainnya, Kali Malang Etnika melantunkan, "Saat pemilu terjadi, saatnya aku beraksi. Jadi alat partai, selingkuh dan mencuri... Aku adalah godaan berat. Aku ada di mana. Padahal aku mati sendiri, ketika cinta negeri masih di hati."
Disamping vokalis Kali Malang Etnika, tampak Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto yang mengenakan kemeja putih lengan panjang, asik mengoyangkan badan dan kepalanya.
Bahkan terus ikut menyanyikan lagu yang dibawa dengan tempo yang cukup tepat. Sembari menepukan kedua tangannya di kaki, dan sesekali menggerakan kakinya, Bambang seolah terbuai dengan alunan lagu dan puisi itu.
Sedangkan Waki Ketua KPK Bidang Penindakan Zulkarnain, Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Busyro Muqoddas, terlihat serius tapi santai.
Alunan syair puisi juga mewarnai sesi bedah buku yang diisi Busyro, Taufik Ismail dan Eka Budianta. Buysro menuturkan, korupsi itu memiskinkan rakyat, korupsi menistakan kemanusian.
Menurutnya, sastra dan sastrawan adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan. Karyanya lahir dari hati sanubari paling dalam. Dalam menyampaikan materinya, Busyro memilih salah satu puisi "Selamat Datang di Negeriku".
Dengan penuh candaan, celotehan dan bahasa yang ringan. Para penyair, wartawan, mahasiswa dan jajaran KPK tertawa mendengarnya. "Koruptor adalah makhluk yang makruh, Johan adalah makhluk yang sunnah. Saya sindir, mumpung saya masih bicara," ujarnya.
Taufik Ismail menuturkan, dalam sejarah kesastraan, pernah terjadi sebuah patologi sosial, seperti korupsi direspon oleh para penyair dengan buku yang tebalnya lebih dari 350 halaman.
Menurutnya, buku "Puisi Melawan Korupsi" adalah karya yang sangat luar biasa. Sembari membaca satu puisi "Malulah pada Korupsi", Taufik menuturkan, kalau anak-anak kita menonton tv atau membaca berita yang kemudian bertanya tentang korupsi, apa dan mengapa bisa terjadi. Apakah seperti jajanan di pasar," ungkap Taufik sembari membaca puisi.
Dalam pernyataannya, Taufik sempat tersedu-sedu. Suara seraknya bahkan tidak bisa terdengar. Dengan menetskan air mata, sastrawan dan budayawan Indonesia ini menyampaikan rasa keprihatinannya atas korupsi yang semakin hari kian menjadi.
Eka Budianta mengajak para hadirin untuk melantukan sebuah lagu "Saatnya kejujuran yang memimpin bangsa ini". Dia berpandangan, penulis puisi bisa menjadi koruptor dalam karyanya untuk menajamkan intuisinya.
Sebagai seorang seniman dan penyair, Eka mengatakan, KPK menjadi satu-satunya lembaga atau institusi negara yang mempelopori penyatuan penyair, dan penyusunan buku puisi-puisi terkait korupsi untuk kepentingan bangsa, negara, agama dan kemanusiaan.
"Bukan Kementerian Agama, bukan DPR, bukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Puisi menjembatani kita dengan keadaan masyarakat, masa depan, kebangsaan dan keberadaban kita. Puisi itu alat yang betul-betul memupuk kejujuran," ujarnya.
"Melalui puisi membuat kita untuk memahami negara, pejabat dan masyarakat Indonesia," katanya lagi.
Sebelum acara ditutup, Bambang Widjojanto membacakan puisi "Korupsi dan Prostitusi". Sedang Abraham membacakan puisi "Hikayat Sebuah Rumah". Suara lantang dan keras keduanya membahana di ruangan dengan diiringi melodi komunitas Kali Malang Etnika.
Tadi siang hingga sore hari, alunan musik dengan iringan gendang, jimbe dan gitar terdengar dari grup seniman Kali Malang Etnika pimpinan Ane Matahari, membuat para hadirin turut bernyanyi. Sang vokalis dengan lantang berteriak, "Boro-boro mimpi, tidur saja sulit," teriaknya, di ruang auditorium KPK, Jumat (27/9/2013),
Alunan musik yang terus mengiringi acara bedah buku "Puisi Menolak Korupsi" yang ditulis oleh lebih dari 100 penyair seluruh Indonesia dan luar negeri.
Acara yang digagas oleh wadah pegawai KPK itu bahkan disertai dengan pembacaan puisi, oleh para penyair dan Pimpinan KPK. Lebih dari 90 penyair turut hadir dari seluruh wilayah di Indonesia. Termasuk penyair Taufik Ismail dan Eka Budianta.
Seorang perempuan paruh baya tiba-tiba berdiri di depan proyektor. Dengan suara keras, perempuan yang bernama lengkap Diah Hadani, anggota Komunitas Sastra Indonesia ini bersuara dengan lantang.
"Penyair bersaksi, langit bersaksi, masyarakat Indonesia bersaksi dengan kejujuran negara ini pasti akan maju. Kami semua menolak korupsi. Penyair tidak korupsi, tidak korupsi dengan kata-kata," ujarnya, dengan suara menggelegar yang membuat seisi ruang hening.
Tak berselang lama, para hadirin semua bertepuk tangan. Kepada KORAN SINDO, Abraham menuturkan, seni adalah bahasa universal. Bahasa yang gampang diterima telinga masyarakat dalam setiap jenjang usia.
Puisi sebagai karya sastra. Puisi mudah diterima oleh masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi. "Puisi itu kan bahasa yang luar biasa. Makanya sangat bagus jika digunakan untuk bahasa pemberantasan korupsi," ujar Abraham di Gedung KPK, Jakarta.
Alunan lagu dari Kali Malang Etnika kembali memecahkan keheningan. Syair "Namaku Korupsi" terdengar menjadi lantunan lagu. "Namaku korupsi, aku dibenci, aku diludahi, tapi ada saja yang mencintai. Tiap hari aku muncul di tv, tak bosan orang lihat aku beraksi. Alihkan kasus besar aku dipakai, percayalah aku tak akan mati. .. Tapi aku tetap eksis". Itu salah satu syair lagu yang disampaikan Kali Malang Etnika.
Suara yang menggema itu diringi oleh suara para penyair lain. Dalam bait lainnya, Kali Malang Etnika melantunkan, "Saat pemilu terjadi, saatnya aku beraksi. Jadi alat partai, selingkuh dan mencuri... Aku adalah godaan berat. Aku ada di mana. Padahal aku mati sendiri, ketika cinta negeri masih di hati."
Disamping vokalis Kali Malang Etnika, tampak Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto yang mengenakan kemeja putih lengan panjang, asik mengoyangkan badan dan kepalanya.
Bahkan terus ikut menyanyikan lagu yang dibawa dengan tempo yang cukup tepat. Sembari menepukan kedua tangannya di kaki, dan sesekali menggerakan kakinya, Bambang seolah terbuai dengan alunan lagu dan puisi itu.
Sedangkan Waki Ketua KPK Bidang Penindakan Zulkarnain, Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Busyro Muqoddas, terlihat serius tapi santai.
Alunan syair puisi juga mewarnai sesi bedah buku yang diisi Busyro, Taufik Ismail dan Eka Budianta. Buysro menuturkan, korupsi itu memiskinkan rakyat, korupsi menistakan kemanusian.
Menurutnya, sastra dan sastrawan adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan. Karyanya lahir dari hati sanubari paling dalam. Dalam menyampaikan materinya, Busyro memilih salah satu puisi "Selamat Datang di Negeriku".
Dengan penuh candaan, celotehan dan bahasa yang ringan. Para penyair, wartawan, mahasiswa dan jajaran KPK tertawa mendengarnya. "Koruptor adalah makhluk yang makruh, Johan adalah makhluk yang sunnah. Saya sindir, mumpung saya masih bicara," ujarnya.
Taufik Ismail menuturkan, dalam sejarah kesastraan, pernah terjadi sebuah patologi sosial, seperti korupsi direspon oleh para penyair dengan buku yang tebalnya lebih dari 350 halaman.
Menurutnya, buku "Puisi Melawan Korupsi" adalah karya yang sangat luar biasa. Sembari membaca satu puisi "Malulah pada Korupsi", Taufik menuturkan, kalau anak-anak kita menonton tv atau membaca berita yang kemudian bertanya tentang korupsi, apa dan mengapa bisa terjadi. Apakah seperti jajanan di pasar," ungkap Taufik sembari membaca puisi.
Dalam pernyataannya, Taufik sempat tersedu-sedu. Suara seraknya bahkan tidak bisa terdengar. Dengan menetskan air mata, sastrawan dan budayawan Indonesia ini menyampaikan rasa keprihatinannya atas korupsi yang semakin hari kian menjadi.
Eka Budianta mengajak para hadirin untuk melantukan sebuah lagu "Saatnya kejujuran yang memimpin bangsa ini". Dia berpandangan, penulis puisi bisa menjadi koruptor dalam karyanya untuk menajamkan intuisinya.
Sebagai seorang seniman dan penyair, Eka mengatakan, KPK menjadi satu-satunya lembaga atau institusi negara yang mempelopori penyatuan penyair, dan penyusunan buku puisi-puisi terkait korupsi untuk kepentingan bangsa, negara, agama dan kemanusiaan.
"Bukan Kementerian Agama, bukan DPR, bukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Puisi menjembatani kita dengan keadaan masyarakat, masa depan, kebangsaan dan keberadaban kita. Puisi itu alat yang betul-betul memupuk kejujuran," ujarnya.
"Melalui puisi membuat kita untuk memahami negara, pejabat dan masyarakat Indonesia," katanya lagi.
Sebelum acara ditutup, Bambang Widjojanto membacakan puisi "Korupsi dan Prostitusi". Sedang Abraham membacakan puisi "Hikayat Sebuah Rumah". Suara lantang dan keras keduanya membahana di ruangan dengan diiringi melodi komunitas Kali Malang Etnika.
Sumber Sindonews.com 27 September 2013
Facebook PMK (Bambang Widiatmoko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila Anda memiliki kesan, pesan/saran maupun masukan atau pengalaman dengan Gerakan PMK, silakan ketik komentar Anda di bawah.
SATU HATI Tolak Korupsi untuk Negeri.