Senin, 19 Mei 2014

Satu Hati – Tolak Korupsi! Road Show Puisi Menolak Korupsi (PMK) ke-19 di Kota Amuntai, Kabupaten HSU - Kalsel


18 Mei 2014 pukul 21:31
(Media Kalimantan, 18 Mei 2014: A4)

Oleh: HE. Benyamine

Perjalanan menuju kota Amuntai, sesaat mendekat pintu gerbang kota, terhampar luas lahan basah di kiri kanan jalan raya (Danau Tapus), yang seakan menggambarkan berkah kehidupan bagi warga Kabupaten Hulu Sungai Utara. Pemandangan rawa yang sepuas dan memanjakan mata memandang, begitu lapang berkah langsung dan potensial bagi kabupaten yang berjuluk sebagai kota bertakwa. Kota Amuntai menjadi tujuan Road Show Puisi Menolak Korupsi (PMK) ke-19 yang sekaligus menjadi bagian rangkaian milad Kabupaten HSU pada 14 Mei 2014 di Siring Itik sungai Nagara.

Maskot kota Amuntai, patung sepasang itik di Siring Itik sungai Nagara, menambah penanda kesadaran masyarakat bahwa air dan rawa merupakan bagian kebudayaan yang mempengaruhi hidup dan kehidupan, yang menjadi tempat acara Road Show PMK pada malam hari, dengan sambutan Bupati Kabupaten HSU (dibacakan) yang menyatakan puisi menjadi bagian dari perjuangan dan ekspresi diri serta mendukung gerakan moral menolak korupsi, yang sekaligus membuka acara dengan pemukulan gong (diwakilkan). 

Sebelumnya, sambutan ketua pelaksana Murdjani dan Ketua Dewan Kesenian HSU Harun Al Rasyid, menunjukkan kehangatan dan kebahagiaan terselenggaranya acara ini.

Penampilan Sanggar Air Amuntai, semua galuh berpakaian putih, dan Hendra Royadi dengan pakaian hitam panjang khasnya, membuat suasana berdetak dengan perlahan menuju degup yang semakin cepat. Sanggar Air menampilkan musikalisasi puisi, yang melepaskan Curhat Kepada Tuhan Tentang Korupsi karya Iberamsyah Barbary yang diiringi garapan musik bercorak lembut dengan gangguan harmonis dari beberapa alat musik tertentu, seakan menjamu rembulan yang hadir dengan penuh dan aliran sungai Nagara yang sedang layaknya pasang.

Kehadiran istri bupati Kabupaten HSU, Dra. Hj. Anisah Rasyidah Wahid, M.AP., yang berkenan membaca puisi karya beliau dengan pesan jelas sebuah tekad menolak korupsi, menambah suasana malam di Siring Itik bertambah akrab dan arah penyatuan hati yang hangat dan terbuka. Hj. Anisah tampil seperti sudah biasa dengan pembacaan puisi, dan beliau bertahan hingga acara berakhir; puisi menjadi sesuatu yang berarti dalam diri beliau. Kota Amuntai benar-benar sedang berpuisi.

Gerakan PMK di suatu kota menjadi bergelora ketika para pelajar terlibat dalam road show, seperti Teater Pahajatan SMPN 2 Paringin yang tampil memukau dengan menggemakan puisi Sosiawan Leak dalam bentuk teatrikal puisi. Teater Pahajatan tampil dengan gerak tari Dayak, memberi tekanan yang khas pada pesan puisi, dengan ringan dan mengalir mereka tampil penuh semangat dan kepercayaan diri yang kuat; tak ada keselamatan pada korupsi kecuali kerusakan dan kedurhakaan.

Begitu juga dengan penampilan Sanggar Buluh Marindu dari kota Barabai, merupakan pelajar sekolah menengah atas, yang mengintrodusikan perlawanan Dayak dalam teaterikal puisi tentang wabah tikus (baca: korupsi), dengan gerak tari Dayak dan mamang yang diterobos larik-larik yang disuarakan secara bergantian; semua tikus – tiada lain selain racun tikus. Rezqie Muhammad AlFajar tampil dalam gerak yang merasuk dengan dupa yang menghambur menambah mistis gerakan PMK malam yang semakin larut dalam pusaran keberpihakan untuk bersama menolak korupsi.

Persembahan anak-anak (usia 5 – 10 tahun) Ahmad Azhar Ajang,  dengan seni wushu menyuguhkan tampilan yang menguatkan, seperti tampilan permainan pedang sebagai pedang pemutus korupsi, dan gerakan dua anak perempuannya dengan kipas merahnya diiringi Ajang membaca puisi yang menguatkan pesan puisi bahwa gerakan tetap dalam daya yang kuat. Ajang sempat mempromosikan kerajinan khas Amuntai dan kulinernya, karena ia berasal dari kota Amuntai yang sekarang sedang bertugas di kota Marabahan, Batola.

Sebagaimana Teater Pahajatan, tampil juga Teater Benteng Tundakan SMAN 1 Awayan, yang mendapat sentuhan Imam Balangan Bukhori dan Fahmi Wahid, menampilkan teaterikal puisi tentang pembabatan hutan yang kesetanan. Para pelajar menengah atas dari kota Balangan ini memberi warna pada gerakan PMK ke-19, mereka tampil dengan gerak yang dinamis dan suara yang lantang, seraya dipandu ketukan pentungan dari bambu. Kerusakan alam, khususnya hutan, hanya meninggalkan kesengsaraan yang menyebar bagi warga dan kehidupan alam di daerah saja, para perambah pesta di luar sana. Gerakan ini melihat banyak celah korupsi yang menusuk tak berbentuk, begitulah tumbangnya pohon-pohon di hutan perawan dengan fauna dan flora yang beragam kaya; yang kemudian tersisa lahan kritis belaka. Kota Balangan hadir di Amuntai sekitar 26 orang, bersama ketua Dewan Kesenian Balangan (DKB) dan wakil ketua serta pengurus lainnya.
Setelah Road Show PMK ke-19 di Amuntai ini, kota Balangan mengadakan acara Bumi Sanggam Berpuisi (16/5), menurut Fahmi Wahid, “Sanggar Mamang Balangan bersama Dewan Kesenian Balangan mengajak Publik Bumi Sanggam, Komunitas Seni/Sanggar, Sastrawan, penyair,  penggiat, peminat sastra se Kalimantan Selatan  lewat pembacaan puisi yang dikemas dalam acara Bumi Sanggam Berpuisi. Insya Allah dilaksanakan Malam Sabtu, 16 Mei 2014, pukul 20:30 Wita s/d selesai di Bundaran Taman Sanggam Paringin.” Hingga tulisan ini dibuat, acara Bumi Sanggam Berpuisi masih berlangsung, dengan dihadiri Iberamsyah Amandit, Ali Syamsudin Arsi, dan lainnya.

Sebagaimana informasi dari Arsyad Indradi si Penyair Gila, bahwa Laskar PMK dari luar Kalsel ada 4 orang; Sosiawan Leak (Solo), Wage Tegoeh Wijono (Purwokerto),  Surya Hadi (Sastra Riau), dan Bambang Eka Prasetya (Magelang), mereka sebagian  transit di rumah beliau, yang pada malam tanggal 13 Mei berkumpul di Mingguraya untuk segelas kopi dan berbagai suguhan pembicaraan yang akrab. Jendral PMK Sosiawan Leak membaca puisi dengan penuh daya, yang mengajak semua yang hadir di Siring Itik sungai Nagara untuk menjawab ucapannya; “Satu Hati” dengan “Tolak Korupsi”, yang seakan menggema di area pembacaan dan terbawa aliran sungai Nagara yang seolah sedang pasang itu. Begitu juga dengan Wage Tegoeh Wijono dan Surya Hadi, tampil dengan gaya yang memukau dan menghibur.

Sedangkan Bambang Eka Prasetya (BEP) berdua dengan Nazwa Belibisqie membacakan puisi karya BEP, yang didahului dengan gaya BEP sedang menjalin dialog dalam mimpi dengan bung Karno tentang merajalelanya korupsi, lalu suara sayup bersilang lantang dari Nazwa menjadikan pesan puisi seakan bergerilya sendiri menyapa hati pendengarnya, yang sedikit disenandungkan oleh Nazwa dalam bentuk syair. Penyair Gila, Arsyad Indradi, tampil dengan gaya khasnya menegaskan gerakan PMK dengan doa kuat terus bergerak. Begitu juga semangat Iberamsyah Amandit yang tampil dengan lantang, seperti daya tambahan bagi yang muda untuk menanamkan keberkatan dalam perjuangan yang bernilai; tolak korupsi.

Road Show PMK ke-19 di Amuntai, Maria Roeslie tampil dengan pantun karyanya yang spontan, sebagai bentuk perlawanan yang ringkas dan langsung pada tujuan, seperti pantunnya di bawah ini yang dibacakan di atas panggung malam itu:

Awak jingkar kada ma'asi
Lakasi bakalumbun ujar bini

Muar banar ngarannya kurupsi
Makanya ulun ada di sini

Paluh limbui tuntung mainan
Manangis jingkar rabit jariji

Lakasi ditutui biar nyaman
Kurupsi ba'akar kita cabuti

Maria Roeslie telah menarik bentuk tradisi lisan, dalam bentuk pantun, sebagai alat perjuangan dan pergerakan, yang dapat dilihat pada pantun-pantunnya spontan yang dibuat sepanjang perjalanan menuju kota Amuntai: “Tulak ka Amuntai mangganyang kurupsi/ Singgah ka pantai manungap nasi/ Biar tabantai bahati wasi/ Jangan santai ayu lakasi”. Pantun dapat menjadi pintu masuk gerakan menolak korupsi, yang bagi Samsuni Sarman bahwa PMK dapat dipanjangkan menjadi Pantun Menolak Korupsi,  karena pendek dan langsung dituturkan selain lebih bergaya menghibur namun dapat menyelinap dengan halus pesannya.

Untuk menghangatkan Road Show PMK ke-19 di Amuntai, Aan Setiawan melakukan ekspedisi dengan mengendarai motor yang berbendera putih dengan tulisan Puisi Menolah Korupsi, yang baginya diberi nama Ekspedisi 19 Teriakan, karena  menurutnya, “Roadshow PMK di Amuntai adalah yang ke-19, dan ini merupakan kebanggaan tersendiri karena Kalimantan Selatan menjadi tempat roadshow PMK, yang sebelumnya pernah dilaksanakan di Banjarbaru (Roadshow PMK ke- 3). … aku akan berangkat dari Banjarbaru (Mingguraya) ba'da shubuh sekitar jam 05.30 Wita dan akan kubacakan 1 puisi untuk mengawali keberangkatanku (puisi di buku PMK jilid1, 2a, atau 2b). Selanjutnya, aku akan membacakan 18 puisi lagi selama perjalanan di suatu tempat yang kusinggahi. Seperti di tugu Ketupat Kandangan, Tugu Serambi Madinah, Lapangan Lambung Mangkurat, Tugu Garuda di Barabai, dll.”

Pada kesempatan tampil, Aan Setiawan berkolaborasi dengan Bagan Kandangan, yang membacakan puisi dengan ungkapan yang berbeda pada posisi yang berjauhan, dan kesempatan ini memberi peluang bagi interaksi dan keterlibatan yang lain, sehingga ketika Aan Setiawan beraksi yang disambung Bagan, suasana menjadi riuh dan pandangan penonton terbagi, lalu ada yang lain berteriak seperti menjadi bagian dari pertunjukan. Penampilan Aan dan Bagan menyatu di depan panggung, yang kemudian mencapai puncak kejutan ketika Aan Setiawan tiba-tiba berteriak dan meloncat ke sungai Nagara; korupsi membuat segala kegelapan menjadi pekat dan duka. Ternyata, Bagan Kandangan dengan gerakan yang tak disangka juga melompat ke sungai, sebagai penutup puisinya; lantang tolak korupsi!

Penampilan Chacha dari Tabalong yang membacakan puisi Jika Itu Pasti karya Lilies MS, dengan intonasi dan tekanan yang jelas, maka “Malam ini/sebenarnyalah ingin kujatuhkan lagi puisiku/seperti kata hatinya/dan kelestarianlah, ranah ramah lingkunganlah menjadi lukisan sejati hatiku/Bukankah juga hatimu?!” yang membawa pada alam dan lingkungan rawa yang begitu kaya akan keanekaragaman hayati dan potensi yang luar biasa dalam menghidupkan produksi keluarga. Tabalong hadir dengan Lilies MS, Masdoel Huck, Mahfuzh Amin, dan lainnya juga memberikan suasana satu hati dalam menolak korupsi.

Tampilan Agustina Thamrin dan Tries Chandra (Banjarbaru), serta Helwatin Nazwa (Kotabaru), yang membacakan puisi Sosiawan Leak bernama Senjata Selangkangan, membuat suasana tambah hangat, karena ketiganya begitu bersemangat untuk keberpihakan pada yang lemah dan terabaikan akibat korupsi.  Sedangkan Ali Syamsudin Arsi berkolaborasi dengan Sanggar Buluh Marindu membacakan puisi karyanya yang bertajuk Cau Cau, seakan mengajak beberapa anggota Sanggar Galuh Marindu merasakan perjalanan puisi yang mengalir di sungai Nagara ketika mereka bersama membacakan puisi ASA tersebut, yang terkadang datang air baah dan keruh, namun suara itu terus diteriakkan.

Kota Amuntai menjamu puisi dengan lapang dan terhormat, penyair dan penggiat budaya HSU tampak hadir bergandengan tangan, seperti Hasbi Salim, Fahrurraji Asmuni, Alkalani Muchtar,  Hendra Setiawan, dan lainnya.  Pada pagi hari, Fahrurraji Asmuni menjadi pemandu rombongan kota Banjarbaru menikmati wisata Candi Agung, dengan menanggung tiket masuk dan kudapan wadai cincin talipuk dan pais sagu, hingga melepas keberangkatan rombongan yang di dalamnya ada dari luar Kalimantan Selatan. Selain Samsuni Sarman, juga terlihat Zulfaisal Putera, Amrie Sihanang dan Kayla Untara  yang mengundang acara tanggal 17 Mei dalam rangka D. ALRI IV proklamasi di Taman Dwi Warna bersama Lapak Sastra Barabai, Ratna, Hj. Fathul Sufath, dan banyak rombongan dari Barabai lainnya. Rombongan Banjarbaru terdapat Kru Banjarbaru Dalam Lensa, Nabila (pelajar Martapura yang puisinya masuk dalam antologi PMK Pelajar), Yulian Manan, Yudist Wira, Shan Baskoro, Ahmad Dani, Dahlia, Andrie Alfiannoor, dan lainnya.

Pada subuh Kamis, pasar pagi kerajinan di depan Plaza Amuntai, yang berasal dari para pengrajin di kabupaten HSU, seakan menyambungkan hamparan luas rawa yang ada sebelum memasuki kota Amuntai. Bahan purun dan anau yang menjadi bahan mentah produktivitas warga HSU, menunjukkan begitu terhubungnya rawa dengan kebudayaan, apalagi seperti yang diungkapkan Ahmad Azhar Ajang dan Nazwa Belibisqie  bahwa Amuntai kaya dengan kuliner, seperti wadai cincin talipuk (teratai) dan pais sagu; yang keduanya juga terhubung dengan adanya rawa.

Dalam perjalanan pulang, Sosiawan Leak dan Maria Roeslie, merasakan harga produktivitas warga sangat murah, karena menurut Sosiawan Leak di Jawa sudah mulai sulit ditemukan purun sebagai bahan baku kerajinan seperti yang ada di pasar Kamis Amuntai. Menurutnya, Amuntai dapat lebih berkembang dengan potensi rawa yang kaya tersebut, yang tentu saja dibutuhkan kebijakan dari pemerintah daerah untuk lebih menggerakkan dan meningkatkan nilai tambahnya.

Di perjalanan menuju kota Amuntai, warga ada yang membakar pais telor ikan puyau, sebagai bagian dari kekayaan rawa yang masih lebih banyak hanya sebagai potensi, yang membayangkan bagaimana warga HSU telah menjadi warga yang produktif dan mengarah pada jiwa kewirausahaan dengan memanfaatkan sumberdaya rawa yang terhampar luas. Kerajinan purun bergantung dengan rawa, kuliner pais sagu dan cincin talipuk terikat dengan rawa, pais telor ikan puyau dari rumahnya rawa, dan begitulah kebudayaan yang telah menjadi keseluruhan hidup dan kehidupan warga HSU yang sudah seharusnya dijaga dan dipelihara dengan pengembangan dan pengolahan yang berbasis kebudayaan; tanpa melakukan perubahan secara besar dan masif. Pengabaian pengetahuan lokal (indigeous knowledge) cenderung sebagai bentuk tindakan korup.

Road Show Puisi Menolak Korupsi (PMK) ke-19 terasa bermartabat dan bermakna terselenggara di kota Amuntai, kehalusan dan kelembutan hati yang menyatukan gerakan dan kesadaran bahwa korupsi harus ditolak.

Satu Hati – Tolak Korupsi! Kota Amuntai Bertakwa – Tolak Korupsi!

Banjarbaru, 17 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila Anda memiliki kesan, pesan/saran maupun masukan atau pengalaman dengan Gerakan PMK, silakan ketik komentar Anda di bawah.

SATU HATI Tolak Korupsi untuk Negeri.