Salah seorang perempuan penyair menolak korupsi, Sulis Bambang sedang in action. (Foto: Sulis Bambang) |
Inilah
daftar “Perempuan Penyair Menolak Korupsi”. Kehadiran mereka memang
meramaikan jagad kesusasteraan Indonesia, sebagai penyair perempuan yang
peduli terhadap nusa dan bangsanya. Bersama ratusan Penyair Indonesia
lain yang tergabung dalam “gerakan moral” Puisi Menolak Korupsi (PMK),
para perempuan ini merupakan Srikandi-srikandi tangguh, anti korupsi,
dengan Jenderal Besar-nya, Leak Sosiawan, seorang seniman dari Solo,
Jawa Tengah.
Mereka adalah:
1. Dyah Setyawati (Slawi)
2. Ayu Cipta (Tangerang)
3. Titik Kartitiati (Tangerang)
4. Dyah Kencono Puspito Dewi (Bekasi)
5. Euis Herni (Serang)
6. Fransisca Ambar Kristiani (Semarang)
7. Brigita Neny Anggraeni (Semarang)
8. Rini Ganesa (Semarang)
9. SA Sulistyowati (Semarang)
10. Sulis Bambang (Semarang)
11. Nike Aditya Putri (Cilacap)
12. Diana Roosetindaro (Solo)
13. Micka Adiatma (Solo)
14. Puspita Aan (Solo)
15. Seruni Unie (Solo)
16. Sus Hardjono (Sragen)
17. Ardi Susanti (Tulungagung)
18. Sri Wahyuni (Gresik)
19. Endang Kalimasada (Blitar)
20. Puput Amiranti (Blitar)
21. Dona Anorita (Surabaya)
22. Tri Lara Prasetya Rima (Denpasar)
23. Hilda Rumambi (Palu)
Disamping
menerbitkan buku, para penyair perempuan ikut menggebrak kota-kota di
bumi Nusantara, lewat serangkaian kegiatan roadshow pembacaan
sajak-sajak PMK. Mereka juga ikut menggerudug gedung Komisi Pemberantasan Korusi
(KPK) di Jakarta, menyuarakan penolakan korupsi dengan lantang.
Disamping semua itu, belum lama ini, secara khusus, para penyair
perempuan ini, tampil di kota Solo, di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT)
dengan label “Perempuan Penyair Menolak Korupsi”.
Acara
yang dibuka Wijang Wharek Jr sebagai tuan rumah, dilanjutkan dengan
deklamasi para penyair perempuan yang mengisi buku antologi PMK,
diteruskan diskusi bersama. Euis Herni, penyair kelahiran Subang menjadi
deklamator pertama, mengawali runtutan deklamasi, di tengah hujan lebat
dan petir menyambar-nyambar, dipandu oleh Arieyoko. Dalam cuaca yang
malam itu tidak bersahabat, Titik Kartitiani seorang penyair yang juga wartawan Kompas
asal Tangerang turut membacakan puisinya . “Ini pertama kalinya saya
membacakan puisi, biasanya saya ada di balik laya,” ujar Titik membuka
penampilannya malam itu. Dengan rok panjang motif batik dan kaos
berwarna hijau lumut, ia berhasil membuat penonton hening menyimak
deklamasi pertamanya.
Memang
malam itu, para penyair perempuan membawakan puisinya dengan beragam
cara yang menarik. Misalnya Tri Wahyuni asal Gresik, memukau yang hadir
dengan musikalisasi puisinya, diiringi dengan gitar yang dipetiknya
sendiri di tengah panggung. Ada juga penyair yang mengawali puisinya
dengan tembang Jawa, lagu dolanan anak-anak berjudul: “Motor-motor
cilik, sing numpak mblenet”. Pokoknya semua penampilan malam itu
apik-apik dan memukau.
Suasana
malam semakin hangat dengan dihadirkannya pembicara Handry TM
(Semarang) yang dimoderatori Indah Darmastuti (Solo). “Penolakkan para
penyair perempuan terhadap korupsi terlihat sangat gamblang, mungkin ini
juga karena korupsi di negara kita semakin gamblang terlihat,” kata
Handry. Kemudian ia “menghidupkan” diskusi dengan mengatakan bahwa
penyair perempuan biasanya akan lebih baik penampilan deklamasinya,
ketimbang kualitas menulis teks puisinya, dan ini berbanding terbalik
dengan penyair laki-laki. “Pancingan” tersebut membuat diskusi jadi
ramai dan bersemangat. Acara ditutup pukul 23.40 WIB oleh Arieyoko. Mengesankan memang. (Drs Suniyatno).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila Anda memiliki kesan, pesan/saran maupun masukan atau pengalaman dengan Gerakan PMK, silakan ketik komentar Anda di bawah.
SATU HATI Tolak Korupsi untuk Negeri.