Oleh: Samsuni Sarman
Membelah Kota Bumi Kuripan
Membelah Kota Bumi Kuripan
Panas mentari pukul 12.00 wita dari Pusat
Gelar Budaya Kota Banjarbaru (Rabu, 14/5) rombongan penyair nasional
bersama sahabat sastra kota Banjarmasin dan Banjarbaru merayap perlahan
menuju satu arah - Road Show XIX Puisi Menolak Korupsi
di Kota Bumi Kuripan Amuntai. Penyair yang datang dari seberang pulau
antara lain Sosiawan Leak (Surakarta), Wage Teguh Wijono (Purwokerto),
Bambang Eka Prasetya (Magelang) dan Surya Hardy (Pekanbaru) serta Maria
Roesli (Samarinda) beserta penyair Kalimantan Selatan lainnya. Kami
sempat singgah di Binuang untuk mengisi perut dengan kuliner sederhana
seperti nasi lalapan, pepesan ikan, dan sop kikil dengan sedikit tragedi
- yaitu mobil yang ditumpangi penyair nasional mogok. Maka, ramailah
semua penumpang turun untuk mendorong dan ternyata setelah diperiksa
cuma karena kabel accu yang longgar. Persis di Kecamatan Amuntai Tengah -
tepatnya di desa Muara Tapus kami singgah untuk mengabadikan suasana
daerah rawa yang memiliki pemandangan cukup indah. Ada luas rawa yang
membelah kota Amuntai dengan deretan rumah panggung penduduk serta
kuliner khas pepesan telur ikan puyau yang masing hangat di atas
panggangan tempurung kelapa. Kami pun menikmati suasana ini.
Diskusi Sastra Menjelang Senja
Sore pukul 17.00 wita rombongan 4 buah
mobil sebanyak 30 penyair tiba di Bumi Kuripan Amuntai beserta barisan
sepeda motor sebanyak 5 penyair memasuki penginapan sekaligus tempat
digelar diskusi sastra dalam pendopo pananggak banua Pemda Kabupaten
Hulu Sungai Utara. Silaturahim dengan saling memperkenalkan diri antara
penyair pun dimulai sekaligus saling menyampaikan pandangan pribadi
tentang integritas gerakan Puisi Menolak Korupsi - dan bersahutanlah
harapan dan keinginan dalam upaya pemberantasan korupsi yang saat ini
merajalela dan satu demi satu pejabat negara dibebaskan dari bangku
kekuasaan karena parigal memalukan tersebut. Semua itu tergambar jelas
dalam larik puisi yang termuat dalam buku antologi PMK jilid 1 dan 2.a/b
karya penyair Indonesia serta PMK jilid 3 sebagai karya pelajar
Indonesia. Penyair Arsyad Indradi, Iberamsyah Amandit, Raji Leonada, Ali
Syamsuddin Arsy, dan He Benyamine merupakan sebagian penyair Kalimantan
Selatan yang konsisten dalam mengawal gerakan PMK tanpa batas waktu.
Senja itu, diskusi sastra diakhir dengan salam dan ucapan terima kasih
dari penyelenggara acara Dewan Kesenian HSU dengan Hendra Royadi selaku
penggagas sastra PMK sebagai motorisnya.
Panggung PMK XIX di Pelataran Tugu Itik
Lantunan surah Al Alaq - Iqra Bismi
Rabbikal Ladzi Khalaq - mengawali acara dipanggung Road Show XIX PMK di
pelataran Tugu Itik siring Sungai Nagara. Iqra membuat semua terkesima
karena bermakna bukan saja perintah membaca dan menulis - melainkan
mencerna dengan akal, menganalisa, mendalami, merenungkan, menyampaikan,
meneliti dan lain sebagainya sebagai wujud dari gerakan PMK menebar
rasa larik puisi bagi ketinggian derajat manusia. Puisi pun mulai
diperdengarkan, musikalisasi puisi karya Iberamsyah Barbary berjudul
Curhat Kepada Tuhan disenandungkan oleh Sanggar Air Amuntai pimpinan
Hendra Royadi sekaligus vokalis. Perpaduan alat musik tradisional
sepertu kuriding, guitar, gendang, dan gamelan serta backing vokal dari
pelajar puteri kota Amuntai yang berbusana putih. Suasana islami sangat
kental memulai pargelaran acara akbar ini sebagaimana disampaikan oleh
Bupati Kepala Daerah HSU dalam kata sambutan tertulis yang dibacakan
Ketua Dewan Kesenian HSU yaitu Harun Al Rasyid yang mendukung gerakan
PMK serta menginginkan masyarakat Amuntai yang religiusitas dapat
memberikan kontribusi dalam upaya pemberantasan korupsi melalui kegiatan
berkesenian, khususnya puisi sebagai gerakan moral. Gong tanda bergema
di Bumi Kuripan pun bersahutan - Dra. Hj. Anisah Rasyidah Wahid, MAP
sebagai isteri Bupati tampil pertama di panggung Road Show PMK XIX
dengan suara yang lantang dan penuh semangat membacakan puisi karya
Fahruraji Asmuni yang bertutur tentang negeri baldatun thoyibatun
warrabun ghofur - masyarakat yang memenuhi pelataran Tugu Itik pun
bangga dan bersorak menandai larik demi larik puisi bagai sebuah tekad
dan semangat semua warga untuk segera memberantas korupsi, hari ini
hingga masa depan kelak. Ada tiga komunitas sastra yang menyajikan
teaterikal puisi, seperti Teater Pahajatan dari SMA Negeri 2 Paringin
dengan tema tradisional dayak Meratus dalam membacakan puisi karya
Sosiawan Leak, kemudian Sanggar Buluh Marindu dari kota Barabai yang
dipimpin penyair muda berbakat Rezqie Muhammad AlFajar dengan sensasi
mistis balian suku dayak membacakan puisi berjudul ‘Negeri Tikus’ karya
Arsyad Indradi. Mereka bergerak tak beraturan menarikan ritme cepat
dengan property asap dupa dan lambaian daun nyiur kuning sebagai
pertanda kemurkaan pada tikus-tikus koruptor yang berada di negeri ini.
Sementara, Teater Benteng Tundakan dari pelajar SMA Negeri 1 Awayan
dibimbing sastrawan teaterikal Imam Buhkori dan Fahmi Wahid dengan tema
kerusakan hutan yang diakibatkan tangan industri dan penggali sumber
daya alam. Sebuah tindakan korupsi yang memiliki dampak sangat luas dan
tak berbatas waktu - hutan yang disimbolkan dalam derap teater ini
dibabat habis hingga tak tersisa sedikitpun bagi petani hingga muncul
unsur masyarakat dan pemerintah secara sinergis menantang dan
menghancurkan perusak alam tersebut. Dan, sebagaimana lazimnya sebuah
gelar baca puisi - maka secara bergantian penyair yang tergabung dalam
antologi PMK tampil di panggung Road Show PMK XIX Amuntai dengan segala
gaya dan vokal untuk menyuarakan tekad - Satu Hati Tolak Korupsi.
Salam dan doa kuat, sahabat PMK di Indonesia.
Kita jumpa lagi di Road Show Puisi Menolak Korupsi akan datang.
Kita jumpa lagi di Road Show Puisi Menolak Korupsi akan datang.
wah sederhana sekali web PMK ini, menunjukkan nilai-nilai integritas penyair yang bersih dan tulus. Trims atas apresiasinya - dan salam serta doa kuat buat kita semua.
BalasHapusBenar, Pak Samsuni Sarman.
HapusSemoga info, foto dan lain-lain lebih mudah dan nyaman untuk dinikmati. Tanpa terganggu load yang lama.
Salam hangat, do'a kuat!