IMUNISASI ANTI KORUPSI
Dulu, untuk mendapatkan kekebalan
terhadap penyakit tertentu kita musti melakoni kesakitan dan
ketidakstabilan suhu badan dalam beberapa hari lantaran diimunisasi.
Rasa ngilu di organ tubuh tempat jarum suntik ditusukkan, berikut
keloyoan menyergap badan berhari-hari bahkan hingga semingguan. Kita
bakal dihinggapi meriang, pening, lidah pahit, hidung meler, hingga
ngedropnya nafsu makan.
Kadar kesakitan yang menyertai proses
imunisasi --kala kuman dimasukkan lewat jarum suntik yang ditusukkan di
bagian tertentu tubuh-- tergantung kepekaan bagian tubuh itu. Semakin
kerap ditusuk sebelumnya, semakin tak terisaukan sakitnya. Kadar
kesakitannya juga tergantung dari jenis kuman, serta sebanyak apa ia
diselundupkan. Semakin banyak kuman dikirimkan, tentu saja akan semakin
lama efek sakitnya terasa di bagian tubuh yang disuntik itu. Demikian
pula bakalan kian lama keloyoan menawan badan.
Konon, (menurut
bapak/ibu guru) kuman yang dimasukkan saat imunisasi disesuaikan dengan
jenis penyakit yang kita inginkan kekebalannya. Dengan terlebih dahulu
dipingsankan dan ditidakberdayakan, para kuman itu disusupkan ke tubuh
kita. Pemingsanan dan penidakberdayaan itu dilakukan agar manakala
mereka mendarat dalam tubuh, dapat ditaklukkan dengan gampang oleh
antibodi (laskar kebaikan) yang menjaga teritori kesehatan kita. Para
laskar kebaikan itulah yang nantinya akan melucuti para kuman tersebut
dan memaksa mereka ganti uniform, pindah keberpihakan, malih rupa
menjadi laskar kebaikan yang mendukung kesehatan badan. Lantas, jika
belakangan hari ada jenis kuman tertentu --serupa mereka-- menyerang
tubuh kita, laskar malihan itulah yang bakal menangkalnya. Mereka itulah
yang menyebabkan tubuh kita kebal terhadap suatu penyakit. Itulah
kenapa saat kecil kita kerap melakoni beberapa kali imunisasi.
Belakangan, imunisasi atas beberapa penyakit bahkan dilakukan secara
dini sejak bayi. Padahal di masa sebelumnya, hampir semua proses
imunisasi atas berbagai penyakit kerap dilakukan di sekolahan, utamanya
saat di Sekolah Dasar.
Sayang, perlakuan kita terhadap penyakit
rohani tak sama dengan perlakuan terhadap penyakit jasmani. Sehingga
pencegahan dan perlawanan terhadap penyakit moral (bagian dari rohani)
semacam korupsi sungguh berbeda dengan yang kita lakukan terhadap
penyakit fisik pengancam kesehatan badan.
Dulu, di setiap
keluarga dan lingkungan pergaulan, intensitas perjumpaan yang hangat dan
akrab kerap diisi dengan obrolan, sapaan, guyonan, hingga hardikan
menyoal konsep benar dan salah secara moral. Di masyarakat kita pun
kebak berbagai pantangan dan seruan untuk menghindari pamali atau
mengerjakan kautaman tindakan yang terpatri lewat nilai-nilai tradisi
dan aneka kepercayaan (kearifan) lokal. Beragam aturan adat dan
peradaban berujud pantangan dan ajakan itu --sebagaimana obrolan dalam
keluarga-- senantiasa membeber soal moral. Dan, pelajaran moral yang
jadi materi penting dalam keluarga dan lingkungan adalah soal mencuri
dan berbohong, beranjak dari kasus-kasus sederhana. Kedua hal itulah
(mencuri dan berbohong) yang belakangan hari menjadi fondasi
terbangunnya laku korupsi.
Dulu, ketika menimba ilmu di sekolah,
ajaran moral dan budi pekerti senantiasa beterbangan di udara terbuka
yang bisa kita hirup di seluruh lingkungan sekolah dengan leluasa.
Ajaran semacam itu tidak hanya digelar di dalam ruangan pada saat jam
pelajaran agama, pendidikan moral, dan kewarganegaraan saja. Namun telah
mulai dipraktekkan pelaksanaannya sejak masuk gerbang sekolah hingga
meninggalkannya. Bahkan mereka kerap ikut pulang ke rumah hingga kita
ceritakan kepada ibu dan ayah. Pelajaran moral tentang jahatnya
berbohong dan mencuri dalam wujud mencontek, menjiplak, dan ingkar
janji. Hal-hal sederhana yang kini menjelma benih utama tumbuhnya laku
korupsi. Sebab ternyata korupsi hanya bisa terjadi jika pelakunya mampu
mencuri dan berbohong. Mencuri diperlukan; karena korupsi adalah
mengambil yang bukan miliknya. Berbohong dibutuhkan; karena setiap laku
korupsi membutuhkan kebohongan (rekayasa) terkait dengan tugas dan
kewenangan (kekuasaan) yang menyimpang.
Kini, jasmani kita makmur
dan sejahtera salah satunya karena kita rajin melakukan imunisasi sejak
dini. Tapi siapa yang menjamin rohani kita sehat dan sentosa, apalagi
tanpa adanya imunisasi budi pekerti?
Sumber: Facebook Sosiawan Leak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila Anda memiliki kesan, pesan/saran maupun masukan atau pengalaman dengan Gerakan PMK, silakan ketik komentar Anda di bawah.
SATU HATI Tolak Korupsi untuk Negeri.