Kamis, 23 April 2015

Perempuan Menolak Korupsi di UNIKA Soegijapranata Semarang

Sumber
Pergelaran “Perempuan Menolak Korupsi” dengan tajuk “Kembalikan Ruh Pertiwi” diselenggarakan atas inisiasi Laskar Perempuan Menolak Korupsi dan Program Magister Lingkungan dan Perkotaan UNIKA Soegijapranata Semarang.

Kamis, 30 April 2015.
Pukul 13.30 - 16.00 WIB.
Diskusi, musikalisasi puisi, dan juga pembacaan puisi.
Bertempat di Teater Thomas Aquinas Unika Soegijapranata Semarang.
Pembicara Oely Sidabalok.

GRATIS untuk umum. Silakan datang.

NB: Ada monolog oleh Elisyus, performance art oleh Aning Purwa, musikalisasi dari pemBLUESukan, perform dari SriKanti Kupu Hitam dan Nung Bonham, juga pembacaan puisi dari para wanita hebat. Selain itu ada dialog menarik yang digawangi Oely Sidabalok.
Sumber: Facebook Sulis Bambang.

Sumber: Facebook Sulis Bambang.

Selasa, 21 April 2015

Info Road Show 30, 31, 32 Puisi Menolak Korupsi

Sumber
Road Show ke-30
Kamis, 28 Mei 2015
Mall Ciputra World, Surabaya
Narasumber: Prof. Budi Darma
Koordinator: Ribut Basuki

Road Show ke-31 CANCEL
Juni 2015
Universitas Jember Jawa Timur
Koordinator: Barlean Aji

Road Show ke-32
Juli 2015
Majelis Sastra Bandung
Koordinator: Kyai Matdon




ROAD SHOW 30 PMK
Road Show ke-30. Sumber gambar.
Undangan Road Show ke-30 PMK (Puisi Menolak Korupsi) yang bakal diselenggarakan besok:
Hari/Tanggal: Kamis, 28 Mei 2015
Waktu: Pukul 18.30 WIB – 22.00 WIB
Acara: Diskusi, Baca Puisi, dan Pentas Seni PMK
Narasumber: Prof. Budi Darma & Penyair PMK
Tempat: Mall Ciputra World Surabaya
Alamat: Jl. Mayjend Sungkono, No. 87, Dukuh Pakis, Surabaya

Konfirmasi kehadiran Anda bisa langsung dilakukan kepada Ribut Basuki, email: rbasuki@petra.ac.id, Facebook: Ribut Basuki.

Rute:
Yang hadir dari luar Surabaya: dari terminal Bungurasih naik bus kota jurusan/yang lewat terminal Joyoboyo. Dari terminal Joyoboyo naik angkot jurusan TVRI, Jalan Mayjen Sungkono. Line W/TV. Berikut daftar line angkot dari berbagai jurusan.

Kamis, 16 April 2015

Daftar Penyair PMK Jilid 4: Ensiklopegila Koruptor

Antologi Puisi Menolak Korupsi Jilid 4: Ensiklopegila Koruptor. Melibatkan 175 penyair. Terbit akhir Mei 2015. Diterbitkan Forum Sastra Surakarta.

1. A’yat Khalili (Sumenep)
2. Abdurrahman El Husaini (Martapura)
3. Abu Ma'mur M. F. (Tegal)
4. Acep Syahril (Indramayu)
5. Adawiyah Dahlan Al Arsyad (Tangerang)
6. Ade Riyan Purnama (Jakarta)
7. Agus Aniam S. (Yogjakarta)
8. Agus Kusnandi Suling (Tegal)
9. Agus Sighro Budiono (Bojonegoro)
10. Agus Suryanto (Ngawi)
11. Agus Warsono (Indramayu)
12. Agus Yulianto (Karanganyar)
13. Ahmad Samuel Jogawi (Pekalongan)
14. Ahmad Solihin (Tangerang)
15. Akaha Taufan Aminudin (Batu)
16. Akhmad Nurhadi Moekri (Sumenep)
17. Akhmad Sekhu (Jakarta)
18. Ali Syamsudin Arsi (Banjarbaru)
19. Alipi S. Wardhani (Banyumas)
20. Aloeth Pathi (Pati)
21. Amar Ar Risalah (Depok)
22. Amazona Mega Ramadhanty (Cilacap)
23. Anang Famuji (Kebumen)
24. Andrian Eksa (Boyolali)
25. Anggi Putri (Surabaya)
26. Anggoro Suprapto (Semarang)
27. Arba Karomaini (Brebes)
28. Ardi Susanti (Tulungagung)
29. Arif Khilwa (Pati)
30. Aris Rahman Yusuf (Mojokerto)
31. Arsyad Indradi (Banjarbaru)
32. Asmoro Al Fahrabi (Pasuruan)
33. Autar Abdillah (Sidoarjo)
34. Ayu Cipta (Tangerang)
35. Bagus Putu Parto (Blitar)
36. Bambang Eka Prasetya (Magelang)
37. Barlean Aji (Jember)
38. Bontot Sukandar (Tegal)
39. Buana K. S. (Bangko Merangin)
40. Budhi Setyawan (Bekasi)
41. Budi Harsono (Tulungagung)
42. Cristine Novianti Cahaya Ningrum (Malang)
43. D. G. Kumarsana (Lombok Barat)
44. Dalyono Yono (Bangko Merangin)
45. Danang Hernanto Agusta (Kudus)
46. Darman D. Hoeri (Malang)
47. Daryat Arya (Semarang)
48. Diana Roosetindaro (Sukoharjo)
49. Dimas Arika Mihardja (Jambi)
50. Dimas Indiana Senja (Brebes)
51. Dinullah Rayes (Sumbawa)
52. Dyah Kencono Puspito Dewi (Bekasi)
53. Eddie M. N. S. Soemanto (Padang)
54. Eddy Pramduane (Jakarta Selatan)
55. Edy Samudra Kertagama (Lampung)
56. Eka Pradhaning (Magelang)
57. Endang Setiyaningsih (Bogor)
58. Endang Supriadi (Depok)
59. Erwan Risytantoro (Sragen)
60. Esa Effendi Saleh (Blitar)
61. Euis Herni Ismail (Subang)
62. Eva Nur Aprillail (Tangerang)
63. Fahmi Wahid (Balangan)
64. Faiz Saf'ani (Tegal)
65. Fazilah Husin (Selangor)
66. Fileski (Surabaya)
67. Fransiska Ambar Kristyani (Semarang)
68. Gus Har Wegig Pramudito (Jakarta)
69. Gusti Indra Setyawan (Tabalong)
70. Handry T. M. (Semarang)
71. Hardho Sayoko S. P. B. (Ngawi)
72. Helwatin Najwa (Kotabaru)
73. Heri Harto Sembodo (Banjarnegara)
74. Heru Mugiarso (Semarang)
75. Husnu Abadi (Pekanbaru)
76. Iin Nuraini (Surakarta)
77. Imam Khanafi (Kudus)
78. Irna Novia Damayanti (Purbalingga)
79. Isti Nugroho (Temanggung)
80. Jen Kelana (Bangko Merangin)
81. Jumari H. S. (Kudus)
82. Kahar D. P. (Semarang)
83. Kalembo Ade Andri (Kuningan)
84. Kidung Purnama (Ciamis)
85. Kunthit Widodo (Kudus)
86. Kurnia Fajar (Wonogiri)
87. Laela Wulandari (Malang)
88. Lathifah Edib (Banjarbaru)
89. Lenon Machali (Gresik)
90. Lily Siti Multatuliana (Melaka)
91. Lukni Maulana (Semarang)
92. Mady Lani (Pagaralam)
93. Maria Roeslie (Banjarmasin)
94. Melur Seruni (Magelang)
95. Mochammad Asrori (Mojokerto)
96. Mohamad Akil (Pemalang)
97. Muhammad Hafeedz Amar Riskha (Indramayu)
98. Muhammad Lefand (Sumenep)
99. Muhammad Rifqi Saifudin (Barito)
100. Mustiar Ar (Meulaboh)
101. Muttafaqur Rohmah (Banyuwangi)
102. Najibul Mahbub (Pekalongan)
103. Nanang Farid Syam (Depok)
104. Nanang Anna Noor (Banyumas)
105. Niam At Majha (Pati)
106. Niken Kinanti (Pati)
107. Nur Miftakhus Syafii (Mojokerto)
108. Nur Widowati (Cirebon)
109. Nurmaliansari (Tabalong)
110. Priyo Pambudi Utomo (Trenggalek)
111. R. D. Kedum (Lubuklinggau)
112. R. Djoko Prakosa (Surabaya)
113. Rahman El Hakim (Bondowoso)
114. Rakhmat Giryadi (Surabaya)
115. Rbe Pramono (Yogyakarta)
116. Rendra Setyadiharja (Tanjungpinang)
117. Restuti Hidayani Saragih (Medan)
118. Retno Galih Dahlan (Jakarta)
119. Rezqie Muhammad Al Fajar Atmanegara (Banjarmasin)
120. Ribut Achwandi (Pekalongan)
121. Ribut Basuki (Surabaya)
122. Rima Hidayah (Semarang)
123. Riri Satria (Jakarta)
124. Rizki Amalia Sholihah (Ponorogo)
125. Rizki Rahma (Malang)
126. Rusda Leikawa (Ambon)
127. Rosie Jibril (Situbondo)
128. Roso Titi Sarkoro (Temanggung)
129. Roymon Lemosol (Ambon)
130. Rusdi Ansyah (Banjarbaru)
131. Rusliadi Darwis (Makassar)
132. Saddam El Chanif (Demak)
133. Saiful Hadjar (Surabaya)
134. Sami’an Adib (Jember)
135. Selsa (Temanggung)
136. Siti Nur Afifah (Malang)
137. Soei Rusli (Padang)
138. Soeryadarma Isman (Aceh)
139. Sofyan R. H. Zaid (Bekasi)
140. Sudarmono (Bekasi)
141. Suhandayana (Surabaya)
142. Sukur Budiharjo (Bogor)
143. Sulaiman Juned (Aceh)
144. Sulis Bambang (Semarang)
145. Sumanang Tirtasujana (Purworejo)
146. Sunaryo Broto (Bontang)
147. Sus S. Hardjono (Sragen)
148. Sutarso (Sorong)
149. Sutejo Ssc (Ponorogo)
150. Suyitno Ethex (Mojokerto)
151. Syarif Hidayatullah (Banjarmasin)
152. Syarifuddin Arifin Dua (Padang)
153. Taufik Ardiansyah (Ciamis)
154. Tengsoe Tjahjono (Surabaya)
155. Thomas Budi Santoso (Kudus)
156. Thomas Haryanto Soekiran (Purworejo)
157. Tiara Novita (Bandar Lampung)
158. Titin Mandar (Ambon)
159. Uki Bayu Sedjati (Jakarta)
160. Umi Azzura Santika (Magelang)
161. Viddy Ad Daery (Lamongan)
162. Wage Tegoeh Wijono (Purwokerto)
163. Wahdiah (Balangan)
164. Wahyu Kris Aries Wirawardana (Malang)
165. Wahyu Prihantoro (Ngawi)
166. Wanto Tirta (Banyumas)
167. Wardila (Malang)
168. Wardjito Soeharso (Semarang)
169. Windu Mandela (Sumedang)
170. Wongwingking (Jombang)
171. Yant Mujiyanto (Surakarta)
172. Yuyun Ambarwanto (Wonogiri)
173. Zaeni Boli (Bekasi)
174. Zainul Walid (Situbono)
175. Zulfa Fahmy (Kendal)

Sumber: Facebook PMK.

Rabu, 08 April 2015

Puisi Menolak Korupsi (PMK): Gerakan Moral Tiada Akhir

Catatan Fakhrunnas MA Jabbar dari PMK XXIX di Kudus, Jateng

KUDUS- "Gerakan PMK ini kita biarkan saja mengalir terus. Tak perlu  dibatasi. Ini memang gerakan tiada akhir dalam menolak praktik dan  tindakan korup di negeri. Gerakan ini ditentukan oleh semua anggota komunitas. Saya hanya koordinator. Oleh sebab itu, saya pun tak punya kekuatan untuk menentukan PMK ini harus bagaimana. PMK ini menjadi milik dan tanggungjawab kita bersama."

Pernyataan itu diungkapkan Koordinator Puisi Menolak Korupsi (PMK), Sosiawan Leak ketika menjadi salah satu pembicara pada sesi  diskusi dalam rangkaian kegiatan PMK XXIX di Kudus, Jateng, 5 April  2015.

Suasana aula Universitas Muria Kudus (UMK), Minggu malam itu  terlihak semarak dan meriah. Ratusan orang duduk lesehan menghadap panggung yang dibalut potongan-potongan kain hitam dengan terpaan lampu panggung warna-warni. Ada sebuah patung kain yang berdiri tergantung di dahan pepohonan. Kesannya menjadi lebih mencekam dan magis.

Begitulah kegairahan para penyair dalam menyediakan diri selaku 'tuan rumah' kegiatan PMK secara bergiliran memberikan kesan, pesan dan suasana beragam yang menarik bila dihayati.

Kadangkala kegiatan PMK itu tampil meriah dan digelar di aula  hotel atau gedung universitas. Tapi tak jarang pula kegiatan itu dilakukan di tengah-tengah pesantren atau ruang kelas sekolah.

Namun, satu hal yang membanggakan hati, demi terselenggaranya  kegiatan PMK itu, pihak panitia yang menjadi inisiator menyelenggarakan kegiatan dengan semangat volunterisme (kerelawanan).

Bila tak ada sponsor yang yang didapatkan, harus rela merogok kocek sejumlah orang yang terlibat dengan peristiwa kepenyairan itu. Begitu pula, kegiatan PMK ini 'ditumpangkan' dengan kegiatan seni budaya yang digelar oleh institusi pemerintah yang benar-benar memiliki dana yang cukup.

Puncak keabsahan PMK sebagai gerakan moral yang simultan dalam ikut menyebarluaskan semangat antikorupsi lewat panggung baca puisi dan pementasan puisi ketika PMK digelar di Gedung KPK tahun 2013 silam.

Waktu itu sejumlah pimpinan KPK yang diketuai Abraham Samad hadir dan menyatakan suka-citanya soal gerakan para penyair dalam menyuarakan antikorupsi. Ikut pula hadir waktu itu penyair Taufiq Ismail dan Eka Budianta beserta seratus lebih penyair penggiat PMK termasuk Sosiawan Leak sendiri.

Baca Puisi Penuh Warna

Satu persatu para penyair yang berdatangan dari sejumlah kota di Indonesia didaulat tampil membacakan puisi. Sudah pasti, tema puisi-puisi yang disajikan penuh aromatika korupsi. Setidak-tidaknya itulah perwujudan penyair membenci korupsi dengan segala seluk-beluknya yag masih marak di negeri ini.

Satu hal lain yang juga menarik dicermati melalui panggung PMK itu, para penyair lintas generasi pun bertemu. Boleh jadi, 'Abah' Arsyad Indradi yang sudah berusia 70-an tahun merupakan penyair tertua yang paling aktif mengikuti perjalanan PMK di tanah air.

"Pak Arsyad itu sudah berniat akan ikut dalam setiap kegiatan PMK di mana saja. Bahkan dana pensiunnya memang dipersiapkannya untuk membiaya perjalanannya ke mana-mana," terang Sosiawan Leak.

Lihat saja, tak kurang 30 penyair komunitas PMK yang tampil bergiliran baca puisi malam itu di aula UMK. Menyebut sejumlah nama, ada Arsyad Indradi (Kalsel), Bambang Eka Prasetya (Yogyakarta), Heru Mugiarso (Semarang), Fransiska Ambar Kristyani. Selain itu, ada pula penyair Wardjito Soeharso, Bontot Sukandar. Ditambah para penyair angkatan muda yakni Faizy Mahmoed Hay dan Lukni Maulana.

Penyair Jumari Hs, koordinator road show XXIX PMK Kudus langsung menjadi pembawa acara selama kegiatan berlangsung. Ucap kata yang lincah dan ditingkahi guyonan segar membuat acara yang berlangsung sejak pukul 20.00 hingga pukul 01.00 tengah malam itu menjadi tak terasa lelah.

Gerakan Tiada Akhir

Di sela sesi pertama dan kedua pembacaan puisi para penyair PMK, digelar pula acara Diskusi Sastra PMK. Ada enam tokoh yang tampil berbicara secara bergiliran yakni Fakhrunnas MA Jabbar (Riau), Acep Zamzam Noor (Tasikmalaya), Sosiawan Leak (Solo), Syarifuddin Arifn (Padang) dan kritikus sastra Indonesia selaku pembicara utama, Maman S. Mahayana (Jakarta).

Maman S. Mahayana berbicara soal bagaimana karya sastra khususnya puisi sejak masa lalu telah dijadikan sebagai sarana dalam membangun pencitraan dan stigma dalam segala lapangan kehidupan.

Politik imperialisme Belanda di masa lalu, menurut Maman berhasil membangun citra itu yang sangat berpihak ada keberadaan kaum penjajah di Indonesia. Bahkan, penerbit Balai Pustaka yang didirikan pada zaman Belanda itu sengaja menerbitkan roman, novel dan kumpulan cerpen yang menempatkan tokoh Belanda atau non-Muslim lebih dicitrakan sebagai 'orang hebat'.

"Hal senada pun dilakukan pula oleh pemerintahan penjajah Jepang. Bahkan Jepang berusaha membangun stigma buruk pada Belanda dan membangun citra baik pada pemerintahan Jepang," ucap Maman.

Dalam hal tindak korupsi yang terus merajalela di Indonesia, para penyair (baca: sastrawan) harus terus-menerus 'mengganyang' para koruptor dengan menumbuhkan stigma buruk yang dapat menimbulkan efek jera dan mau.

Menurut Maman, para penyair PMK sudah saatnya menulis puisi yang isinya lebih vulgar. Misalnya dengan menyebutkan nama koruptor dan kasus korupsi serta jumlah uang negara yang di'rampok'nya.

"Tentu para penyair tetap mengutamakan estetika dan penggunaan metafora yang pas," kata dosen FIB Universitas Indonesia (UI) ini.

Senada dengan Maman, penyair Sosiawan Leak menceritakan bagaimana tradisi kritis terhadap tindak korupsi telah dilakukan oleh semua agama di dunia.

Ensiklopedia Korupsi

Merespons apa yang dikemukakan Maman soal pola vulgar yang tertuju langsung pada nama koruptor  dan kasus korupsi yang dilakukannya terutama diarahkan bagi koruptor yang sudah berkekuatan hukum tetap atau vonis pengadilan.

"Dalam program penerbitan buku PMK IV, kami sengaja memberinya judul Ensiklopedia Korupsi (baca: Ensiklopegila Koruptor). Para penyair memang diarahkan untuk menyorot kasus-kasus korupsi yang sudah diputuskan di pengadilan dengan nama koruptornya," ucap Leak.

Sementara Fakhrunnas MA Jabbar lebih menyemangati para penggiat PMK untuk terus bergairah dalam melakukan kegatan penolakan korupsi. Meski kini KPK cederung 'dilemahkan' namun gerakan PMK harus terus dikuatkan.

Sedangkan Acep Zamzam Noor mengajak para penyair untuk menjadi momentum PMK sebagai ajang 'kegembiraan'. Sebab, kegembiraan semacam itu akan selalu memberikan kegairahan pada setiap penyair dalam menjalani kehidupan dan mengkritisi hal-hal yang bersifat koruptif.

Sementara Syarifuddin Arifin menekankan perlunya memberikan stigma 'malu' bagi pelaku korupsi termasuk keluarga (isteri dan anak-anak) mereka. "Munculnya rasa malu tentu akan berpengaruh pada karakter atau kepribadian yang terpuji dalam kehidupan," ucap Syarifuddin.

Acara PMK XXIX di kota Kudus itu disponsori sebagian oleh Djarum Bhakti Budaya yang selama ini sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dalam membantu kegatan-kegiatan seni budaya di mana-mana di tanah air.***

Sumber: http://tiraskita.com/read-6-3244-2015-04-07-puisi-menolak-korupsi-pmk-gerakan-moral-tiada--akhir.html

[Disunting oleh admin]

Baca pula:
http://www.sagangonline.com/baca/artikel/968/gerakan-puisi-menolak-korupsi-pmk-gerakan-integritas-
http://www.murianews.com/item/11256-yang-muda-juga-tolak-korupsi.html
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/melawan-korupsi-harus-berjamaah-2/